Apakah Ayah dan Ibu Nabi Muhammad Masuk Neraka? INI JAWABAN LENGKAP NYA...






Tentu khususnya orang Islam yang cinta kepada nabinya tidak percaya, meskipun ada juga riwayat yang mengatakan demikian. Ahir-ahir ini, beberapa orang telah berdiskusi tentang topik ini di facebook, dengan mengemukakan dalil-dalil dan keilmuan yang ada.

Tak jarang ada pula orang yang sekedar ingin saling caci maki, karena perbedaan pandangan dan pendapat.



Salah seorang ustad yang membahas masalah ini dan menuai banyak hujatan adalah Ustad Firanda, dimana beliau mengemukakan sebuah hadis sahih, yaitu tentang seseorang yang bertanya kepada Rasulullah, “dimana bapakku?”, lalu Rasulullah menjawab, “di neraka”. Orang itupun lantas pergi dengan wajah yang muram, lalu Rasulullah memanggilnya seraya berkata, “sesungguhnya bapakku dan bapakmu di neraka” (ان ابى واباك فى النار), hadis lengkapnya ada dalam Sahih Muslim.

Berbicara tentang masalah ini, kita akan mendengar pula orang bicara tentang bapaknya Nabi Ibrahim, yang juga ada perbedaan pendapat mengenai nama aslinya, apakah Azar atau Taruh. Namun pada umumnya perbedaan pendapat ulama tentang dua nama ini tetap merujuk kepada satu orang, sehingga nama bapak Nabi Ibrahim adalah Azar atau Taruh, namanya ada dua, seperti juga dalam keseharian kita ada orang yang dipanggil dengan lebih dari satu nama, adapun dalam Al-Qur’an sendiri, nama bapak Nabi Ibrahim adalah Azar.

Kisah tentang bapaknya Nabi Ibrahim menjadi penting, karena bagi sebagian yang menafsirkan kata اب (bapak) dalam ayat tentang bapak Nabi Ibrahim adalah kata majasi, sehingga Azar si pembuat patung tersebut dikatakan bukan bapaknya Nabi Ibrahim, melainkan pamannya.



Alasannya bahwa dalam bahasa
Arab, kata اب itu tidak selamanya berarti “bapak” melainkan bisa juga berarti “paman”. Sehingga dikatakan pula bahwa yang dimaksudkan oleh Nabi Muhammad sendiri dengan kata “bapakku” adalah “pamanku”.

Jika demikian, maka permasalahan bahasapun timbullah dalam hadis Nabi itu, sebab jika kata ابى dimaknai dengan “pamanku”, maka artinya akan menjadi “sesungguhnya pamanku dan pamanmu berada di neraka”. Tentu akan diteliti pula tentang si penanya tersebut, apakah yang ditanyakannya itu “bapaknya” atau “pamannya”?

Bagaimanapun, Imam Syafi’i dalam kitab besarnya “Al-Um”, mengatakan bahwa Ibrahim bernasab kepada bapaknya, sedangkan bapaknya kafir, begitu juga anaknya Nuh bernasab kepada Nuh, walaupun anaknya kafir. Sehingga jika kita merujuk kepada Imam Syafi’I, kata اب sebagai “paman” menjadi lemah, di sisi lain, kata اب memang pada dasarnya bermakna “bapak”, atau lebih tegasnya “bapak kandung”.

Sementara itu pula, dalam Al-Qur’an sudah cukup jelas diberitakan tentang kekafiran bapaknya Ibrahim dan anaknya Nuh, namun untuk orangtua Nabi Muhammad tidak ada ayat yang menjelaskan secara qoth’i, kecuali hanya hadis diatas yang jelas-jelas mengatakan bahwa “sesungguhnya bapakku dan bapakmu di neraka”. 

Ulama telah mencoba mengemukakan ayat-ayat Al-Qur’an sebagai dalil bagi usaha memastikan kedua orangtua Nabi adalah calon penghuni surga, atau dengan kata lain adalah orang-orang yang beriman, beragama tauhid, atau “ahlul-fatrah”, yaitu umat manusia yang berada pada masa kekosongan kenabian (tidak ada nabi), meskipun ayat-ayat tersebut lebih bersifat umum, seperti misalnya ayat yang artinya “kami tidak akan menurunkan azab sebelum mengutus seorang rasul (al-Isra’ ayat 15)”. Ruang ini teramat sempit untuk menghimpun semua dalil dan pandangan.
Tentu juga kita tidak akan memisahkan peranan Abdul Mutthalib sebagai penjaga baitullah, terutama dalam peristiwa “pasukan gajah” yang diabadikan dalam surat Al-Fiil. Belum lagi jika kita kembali kepada nama bapaknya Nabi Muhammad sendiri, yaitu Abdullah (hamba Allah) dan ibunya Aminah (aman), walaupun ada pepatah mengatakan, “apalah arti sebuah nama”.

Pada ahirnya, hadis “sesungguhnya bapakku dan bapakmu di neraka” diatas oleh para ulama dikategorikan sebagai “hadis ahad”, yang dalam masalah aqidah tidak dipegang. Meskipun tetap saja ada sebagian ulama yang berhujjah dengannya, perbedaan itu menjadi lumrah pula di kalangan ulama dalam hal-hal tertentu.

Bagaimanapun, masalah ini adalah masalah yang masih gaib. Masalah ini adalah rahasia Allah, dimana banyak hal yang dipertentangkan di dunia ini akan dijelaskan di ahirat. Alif-Lam-Mim sajapun yang merupakan ayat Al-Qur’an adalah diantara rahasia Allah, sebagai ujian bagi orang Islam, apakah mereka percaya atau tidak tentang adanya perkataan Allah yang tidak diketahui hakikatnya (ayat mutasyabihat).

Hadis ahad yang sahih sekalipun hanya menghasilkan “dzan” (dugaan). Karena itu hadis diatas tetap bisa menjadi hujjah, sepanjang tidak menjadi “keyakinan”. Wallahu a’lam.



source:
http://www.enterberita.com/

Comments

Popular posts from this blog

Ga Punya KUOTA?? Begini Cara Akses Internet Gratis Unlimited Menggunakan HTTP Injector